Film Another Trip to the Moon (atau Menuju Rembulan) bercerita
tentang seorang perempuan muda bernama Asa, putri dari seorang dukun. Asa
tinggal di tengah hutan bersama temannya, Laras. Kedua perempuan tersebut
seperti hidup di zaman prehistori karena pakaian mereka menyerupai busana
tradisional Pocahontas dan hidup berburu. Tiba-tiba suatu saat Laras tertimpa
musibah dan menghilang. Asa menjadi sendirian. Tidak lama kemudian, muncul
pria dengan kepala dan perilaku seperti anjing. Ternyata, makhluk ini datang
karena ada yang menyuruhnya, yakni ibunya Asa yang ingin putrinya pulang. Asa
pulang lalu menikah dengan pria tersebut. Ia sudah tidak menjadi anjing lagi.
Mereka pun dikaruniai seorang putri. Namun, kepulangannya tidak membuat Asa
tenang. Ia terus merindukan kehidupannya (juga kebebasannya) di hutan dan
juga temannya Laras.
Film
tersebut diproduksi oleh sutradara asal Yogyakarta Ismail Basbeth
dan merupakan film perdananya yang berdurasi panjang. Yogyakarta memang
terkenal dengan industri kreatifnya, dan ini pun terlihat pada film kreasinya
Basbeth. Unsur-unsur budaya, cerita-cerita legenda dan mitos-mitos yang ada di
Indonesia, seperti Dayang Sumbi, telah menginspirasinya membuat film ini, juga
kenyataan hidup sehari-hari dan masalah-masalah sosial. Peran perempuan yang
kuat, bersamaan dengan tema otoritas, kebebasan, serta lingkungan juga ia
cerminkan dalam film ini. Meskipun ia tidak pernah mengikuti studi perfilman
dan filmnya dibuat dengan cepat, hasilnya cukup memuaskan.
Nyatanya, Another Trip to the Moon bukanlah
blockbuster khas Hollywood dengan segala bentuk visualisasi dan plot cerita
yang telah direncanakan. Proses pembuatan film ini mengedepankan unsur emosi
dan menghapuskan unsur-unsur lainnya. Saking kuatnya penekanan segi emosi di
film ini, para aktor dalam film tersebut hampir tidak bertutur kata. Unsur
gambar, musik, aktor dan emosi dalam film ini menyampaikan cerita yang bisa
ditafsirkan sendiri oleh penonton. Basbeth tampaknya ingin mendorong penonton
menggunakan imajinasinya saat menonton. Tentu saja, tidak semua orang nyaman
melakukannya.
Tidak heran
jika pihak IFFR (International Film Festival
Rotterdam) memasukkan
film ini dalam genre absurd.
Terdapat banyak unsur yang tidak disangka dalam film ini dan batasan-batasan
antara masa lalu dan masa kini, fiksi dan kenyataan telah melebur. Another Trip to the Moon (2014)
bukanlah film yang menjadi favorit semua orang, tapi sebuah film yang sarat kreativitas.
Oleh: Valerie Krul
Foto:
anothertriptothemoon.com
http://belindomag.nl/id/film/ulasan-film-another-trip-to-the-moon-menuju-rembulan