Sabtu, 20 Juni 2015

Film Another Trip to The Moon


Film Another Trip to the Moon (atau Menuju Rembulan) bercerita tentang seorang perempuan muda bernama Asa, putri dari seorang dukun. Asa tinggal di tengah hutan bersama temannya, Laras. Kedua perempuan tersebut seperti hidup di zaman prehistori karena pakaian mereka menyerupai busana tradisional Pocahontas dan hidup berburu. Tiba-tiba suatu saat Laras tertimpa musibah dan menghilang. Asa menjadi sendirian. Tidak lama kemudian, muncul pria dengan kepala dan perilaku seperti anjing. Ternyata, makhluk ini datang karena ada yang menyuruhnya, yakni ibunya Asa yang ingin putrinya pulang. Asa pulang lalu menikah dengan pria tersebut. Ia sudah tidak menjadi anjing lagi. Mereka pun dikaruniai seorang putri. Namun, kepulangannya tidak membuat Asa tenang. Ia terus merindukan kehidupannya (juga kebebasannya) di hutan dan juga temannya Laras.

Film tersebut diproduksi oleh sutradara asal Yogyakarta Ismail Basbeth dan merupakan film perdananya yang berdurasi panjang. Yogyakarta memang terkenal dengan industri kreatifnya, dan ini pun terlihat pada film kreasinya Basbeth. Unsur-unsur budaya, cerita-cerita legenda dan mitos-mitos yang ada di Indonesia, seperti Dayang Sumbi, telah menginspirasinya membuat film ini, juga kenyataan hidup sehari-hari dan masalah-masalah sosial. Peran perempuan yang kuat, bersamaan dengan tema otoritas, kebebasan, serta lingkungan juga ia cerminkan dalam film ini. Meskipun ia tidak pernah mengikuti studi perfilman dan filmnya dibuat dengan cepat, hasilnya cukup memuaskan.

Nyatanya, Another Trip to the Moon bukanlah blockbuster khas Hollywood dengan segala bentuk visualisasi dan plot cerita yang telah direncanakan. Proses pembuatan film ini mengedepankan unsur emosi dan menghapuskan unsur-unsur lainnya. Saking kuatnya penekanan segi emosi di film ini, para aktor dalam film tersebut hampir tidak bertutur kata. Unsur gambar, musik, aktor dan emosi dalam film ini menyampaikan cerita yang bisa ditafsirkan sendiri oleh penonton. Basbeth tampaknya ingin mendorong penonton menggunakan imajinasinya saat menonton. Tentu saja, tidak semua orang nyaman melakukannya.

Tidak heran jika pihak IFFR (International Film Festival Rotterdam) memasukkan film ini dalam genre absurd. Terdapat banyak unsur yang tidak disangka dalam film ini dan batasan-batasan antara masa lalu dan masa kini, fiksi dan kenyataan telah melebur. Another Trip to the Moon (2014) bukanlah film yang menjadi favorit semua orang, tapi sebuah film yang sarat kreativitas.

 Oleh: Valerie Krul
Foto: anothertriptothemoon.com
http://belindomag.nl/id/film/ulasan-film-another-trip-to-the-moon-menuju-rembulan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar